Konsep Revolusi Pertanian Sirkular telah menjadi angin segar dalam upaya mencapai keberlanjutan pangan, menawarkan model produksi yang lebih efisien dan ramah lingkungan. Namun, di balik potensi besar ini, implementasinya masih menghadapi tantangan, terutama bagi petani skala kecil. Mardiono, seorang tokoh yang secara aktif mengadvokasi praktik pertanian berkelanjutan (sebut saja nama ini sebagai representasi tokoh atau entitas yang peduli), kini angkat bicara mengenai berbagai hambatan yang dihadapi petani skala kecil dalam mengadopsi dan memanfaatkan Revolusi Pertanian Sirkular. Artikel ini akan membahas secara mendalam tantangan tersebut dan bagaimana solusinya dapat diwujudkan.
Revolusi Pertanian Sirkular melibatkan pendekatan holistik yang mengintegrasikan berbagai elemen pertanian, seperti tanaman, ternak, dan limbah organik, untuk menciptakan sistem yang minim limbah dan efisien sumber daya. Di beberapa wilayah percontohan, seperti di Kabupaten Agribisnis Jaya (sebuah area di Indonesia yang dikenal dengan praktik pertanian inovatif), sistem ini telah berhasil meningkatkan produktivitas dan mengurangi biaya operasional. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian per 31 Desember 2024, kelompok tani yang menerapkan pertanian sirkular berhasil meningkatkan pendapatan bersih mereka hingga 30% dibandingkan dengan metode konvensional.
Namun, adopsi Revolusi Pertanian Sirkular oleh petani skala kecil masih terkendala. Salah satu tantangan utama adalah kebutuhan akan investasi awal, baik dalam bentuk infrastruktur seperti kandang komunal untuk ternak, maupun pengetahuan tentang pengelolaan limbah menjadi pupuk organik. Mardiono, dalam sebuah diskusi panel virtual yang diadakan oleh Forum Petani Nasional pada hari Jumat, 16 Mei 2025, menyoroti bahwa banyak petani skala kecil belum memiliki akses memadai terhadap informasi dan teknologi yang relevan.
Selain itu, akses permodalan juga menjadi isu krusial. Bank-bank atau lembaga keuangan seringkali memiliki persyaratan yang sulit dipenuhi oleh petani kecil yang tidak memiliki agunan. Kementerian Koperasi dan UKM, dalam laporan tahunannya per 30 April 2025, mencatat bahwa baru sekitar 15% petani mikro yang mendapatkan akses pembiayaan formal untuk pengembangan usaha. Oleh karena itu, diperlukan skema pembiayaan khusus atau subsidi dari pemerintah untuk mendorong mereka beralih ke praktik sirkular.
Mardiono menekankan bahwa keberhasilan Revolusi Pertanian Sirkular secara nasional sangat bergantung pada partisipasi aktif petani skala kecil. Dukungan dalam bentuk pelatihan, akses permodalan yang mudah, serta pendampingan teknis yang berkelanjutan akan menjadi kunci untuk mengatasi tantangan ini. Dengan demikian, petani skala kecil dapat menjadi bagian integral dari perubahan menuju pertanian yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
